Search

Senin, 14 April 2014

Kebijakan Untuk Lansia

“Jika ingin berhasil di dalam hidup ini, hormati dan sayangi orang tuamu,” ucap Lee Kwan Yew. Lee merupakan salah satu orang yang dihormati di Asia. Ia adalah perdana menteri Singapura periode 1959-1990. Lee lahir di Singapura pada tanggal 16 September 1923. Sejak pengunduran dirinya sebagai perdana menteri Singapura hingga kini, ia tetap menjadi tokoh politik yang berpengaruh di Singapura. Saat ini, jabatan Lee adalah menteri mentor, sebuah jabatan baru yang dibentuk di bawah kepemimpinan anaknya, Lee Hsien Loong, yang menjadi PM ketiga pada 12 Agustus 2004.

Sejarah hidup Lee tidak dapat dilepaskan dari kebaktiannya terhadap orang tuanya. Ia sangat menghargai dan menghormati orang tuanya. Bahkan, ketika ia menduduki tahta tertinggi di pemerintahan Singapura sebagai perdana menteri pertama, penghormatannya kepada orang tua tidak pernah susut. Saking tingginya penghormatan yang dipersembahkan terhadap kedua orang tuanya, menginspirasi dirinya untuk membuat kebijakan yang pro terhadap orang tua atau orang lanjut usia (lansia).

Ini kisah nyata ketika Lee hendak mengatakan kepada seluruh dunia bahwa Singapura aman untuk orang lansia. Kebijakan Lee yang pro terhadap lansia berawal dari kisah nyata seorang anak yang menyia-nyiakan orang tuanya. Kisah ini tidak hanya terkenal di Singapura, bahkan pada waktu itu menjadi perbincangan hangat di seluruh dunia.

Kisahnya berawal dari seorang konglomerat sukses di Singapura. Karena merasa sudah renta, ia mengundurkan diri dari dunia bisnis yang membesarkan dirinya dan keluarganya. Pengunduran diri tersebut terjadi setelah istri yang dicintainya meninggal dunia. Ia mendidik dan membesarkan anak semata wayangnya hingga menjadi seorang sarjana dan menikah.
Karena sang anak tidak mempunyai tempat tinggal, untuk sementara ia minta izin kepada ayahnya untuk tinggal di apartemen ayahnya yang mewah dan besar. Ayahnya senang. Karena, dengan begitu, ia beranggapan masih ada orang yang menemaninya memasuki masa-masa tua. Terlebih bila ia mempunyai cucu, terbayang di benaknya apartemennya yang luas tidak akan pernah sepi. Betapa bahagianya hati bapak tersebut bisa berkumpul dan membagi kebahagiaan dengan anak, menantu, dan cucu-cucunya.

Awalnya, hubungan ayah dan menantunya sangatlah baik. Sang ayah beranggapan bahwa sang menantu tidak hanya mencintai anak tunggalnya tersebut, juga mencintai dirinya layaknya ayah sendiri. Dari kepercayaan tersebut, sang ayah rela mewariskan seluruh harta kekayaan, termasuk apartemen yang mereka tinggali, dialihnamakan ke anaknya melalui notaris di kota tempat mereka tinggal.

Beberapa tahun kemudian, masalah klasik terjadi. Cekcok dalam rumah tangga anak yang berimbas pada sang ayah. Entah masalah apa yang menjadi penyebabnya, terjadi pertengkaran yang hebat antara anak dan sang menantu yang berefek negatif pada sang ayah. Sang anak tega mengusir ayahnya keluar dari apartemen mereka, yang merupakan pemberian ayahnya sendiri.

Karena seluruh harta kekayaannya sudah diberikan kepada anakmya, maka orang tua tersebut tidak lagi mempunyai apa-apa. Apartemen, saham, deposito, emas, uang tunai, dan lainnya sudah diberikan kepada anaknya. Mulai hari itu, ia menjadi jatuh miskin. Untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, ia mengemis di sekitar Orchard Road. Tidak bisa dibayangkan seorang pebisnis kaya yang cukup terkenal menjadi pengemis.

Pada suatu hari, tanpa sengaja seseorang yang memberikan sedekah kepadanya mengenalinya. Ia adalah teman bisnisnya tempo dulu. Untuk memastikan dirinya tidak keliru, sang teman menanyakan apakah benar yang di hadapannya adalah temannya dulu yang pernah menjalin hubungan bisnis bersama. Si orang tua itu malu dan menjawab bukan. “Mungkin Anda salah orang,” katanya. Namun, kecurigaan temannya sangatlah besar. Sebab, teman dekatnya -yang sekarang menjadi pengemis- hilang tanpa kabar berita. Untuk memastikan prasangkanya, si teman kemudian hari mengajak temannya yang lain untuk memastikan. Ternyata benar, orang tua yang telah menjadi pengemis itu adalah temannya. Semua mantan sahabat karibnya langsung yakin sejak pertama melihat orang tua tersebut.

Dengan perasaan malu, orang tua itu pun menceritakan perihal dirinya hingga sampai ke Orchard Road sebagai seorang pengemis. Ia menangis dan menceritakan kejadian yang dialaminya. Pengalaman si ayah tersebut membuat orang-orang tua yang ada di sekitarnya marah terhadap anak yang sangat tidak bermoral. Dan, kegemparan berita tersebut akhirnya didengar oleh perdana menteri Lee Kwan Yew.

Lee yang menyayangi dan menghormati orang tuanya sejak masih kecil juga ikut tidak terima dengan perlakuan anak pengemis tadi. Lee marah dan langsung memanggil anak dan menantu durhaka tersebut. Mereka dimaki dan dimarahi habis-habisan oleh Lee. “Sungguh sangat memalukan bahwa di Singapura ada anak durhaka seperti kalian,” ucap Lee.

Tidak menunggu lama, Lee memanggil notaris yang membuat warisan. Surat warisan yang sudak dibalik nama ke atas nama anaknya tersebut disobek-sobek oleh Lee. Dan, surat warisan itu dibatalkan demi hukum. Sehingga, semua harta milik yang sudah diwariskan tersebut kembali lagi atas nama ayahnya.

Lee yang terkenal dengan baktinya terhadap kedua orang tuanya dan menghargai para lanjut usia (lansia) di Singapura itu membuat kebijakan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Kebijakan yang disetujui oleh dewan Singapura tersebut berisi tentang himbauan kepada orang tua untuk tidak mewariskan harta bendanya kepada siapa pun sebelum mereka meninggal dunia. Tidak berhenti di situ, Lee juga membuat kebijakan yang mengatur seluruh perusahaan negara dan swasta di Singapura untuk memberi pekerjaan kepada para lansia. Kebijakan ini dimaksudkan agar para lansia tidak tergantung kepada anak dan menantunya, dan mempunyai penghasilan sendiri. Dengan begitu, mereka akan sangat bangga, terutama pada saat pelaksanaan Cap Go Meh atau perayaan tahun baru China, dapat memberikan angpao kepada cucu-cucunya dari hasil keringat mereka sendiri.

Efek dari kebijakan Lee yang kontroversial ini masih terasa di Singapura hingga saat ini. Walaupun Lee sudah tidak berkuasa lagi, kebijakan tersebut masih dipakai sebagai penghargaan kepada para lansia. Di beberapa tempat umum, seliweran para lansia bukan hal aneh di Singapura. Misalnya, ketika Anda menyempatkan diri ke toilet di Changi Airport, Mall, atau restoran, petugas cleaning service adalah para lansia. PM Lee secara tidak langsung juga memberikan pendidikan sosial yang baik terhadap anak-anak dan remaja di Singapura. Lee berupaya agar mereka dapat menghargai orang yang lebih tua, siapa pun dan apa pun profesinya. Walaupun orang tua mereka tidak sanggup menafkahi, negara menjamin perlindungan terhadap lansia dengan mengajarkan kepada anak muda untuk selalu menghormatinya dengan cara merawatnya. Inilah buntut kasih sayang dan penghormatan kepada orang tua yang melahirkan kebijakan yang pro orang tua atau lansia.
.
.
Sumber : M. Sanusi (dalam bukunya yang berjudul Tempatkan Orang Tuamu di Atas Kepala, Niscaya Mulia Hidupmu!) halaman 165.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar