Nikmat Paling Berharga Selepas Iman
Sahabatku tersayang, nikmat
apakah yang paling berharga setelah iman? Ya, nikmat yang paling berharga
selepas iman adalah memiliki dan menjadi sahabat dunia akhirat. Seperti yang
dikatakan oleh Sayyidina Umar Al-Khattab, “Nikmat yang paling berharga selepas
nikmat Iman dan Islam adalah memiliki SAHABAT yang soleh. Jika kamu mendapati
kewujudan kasih sayang antara kamu dengannya, maka peganglah ia
bersungguh-sungguh.”
Seorang Sahabat
Seringkali kita mendengar ada teman,
kawan, dan sahabat. Apakah yang membedakan di antara ketiga kata tersebut?
Ternyata perbedaan di antara ketiganya adalah tingkatan emosi yang dilibatkan.
Teman, seseorang yang hanya kita
kenal, sebatas kenal saja karena tak mendalam. Hubungan yang dibangun pun tidak
terlalu melibatkan sisi emosional. Sementara, kawan lebih dekat lagi sisi
emosionalnya, di sini sudah mulai terlihat sisi saling merasakan sedih atau
senang bersama. Sedangkan sahabat merupakan teman atau kawan yang terpilih dari
sekian banyaknya teman atau kawan yang kita miliki, kemudian berubah menjadi
sedekat mungkin, hingga pada akhirnya jika salah satunya menghilang, kita akan
merasakan amat sangat kehilangan.
Hakikat Hidup Bersahabat
Kenapa kita membutuhkan seorang
sahabat? Karena kita termasuk makhluk sosial, makhluk yang tak bisa hidup
sendiri, yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu, bisa
dibilang kita adalah makhluk yang lemah.
Berhati-hati Memilih
Sahabat
Syeikh Ibn’ Athaillah menasehati,
“Janganlah engkau bersahabat dengan orang yang keadaannya tidak membangkitkan
semangatmu, dan pembicaraannya tidak membimbingmu ke jalan Allah” dan “Boleh
jadi engkau berbuat buruk, tetapi tampak olehmu sebagai kebaikan lantaran engkau
bersahabat dengan orang yang tingkah lakunya lebih buruk darimu”.
Kedua
nasehat di atas sangat penting untuk kita dalam berhati-hati memilih sahabat.
Karena persahabatan merupakan sebuah jalan yang sangat penting bagi kita dalam
memengaruhi keadaan. Oleh karena itu, sahabat menentukan siapa diri kita.
Kualitas diri kita ditentukan dengan siapa kita berteman. Banyak manfaat yang
didapat dengan bersahabat, yaitu mendapatkan ilmu, hikmah, dan beragam manfaat
lainnya. Namun, tak berarti juga dengan bersahabat kita akan aman dari percikan
kesalahan. Banyak orang yang terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kesesatan
karena pengaruh sahabat. Maka, kita harus berhati-hati dalam memilih sahabat.
Perumpamaan Sahabat Yang
Baik dan Buruk
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah mengingatkan, “Permisalan teman yang baik dan teman
yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual
minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli
minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum
darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu
dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (H.R.
Bukhari 5534 dan Muslim 2628).
Hadits
di atas mengandung makna bahwa ketika kita bersahabat dengan sahabat yang baik,
maka ada dua kemungkinan, yaitu kita akan menjadi baik atau kita akan
mendapatkan kebaikan sahabat kita.
Anjuran Mencari Sahabat
Yang Baik
Dalam
Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 69 disebutkan bahwa “Barang siapa menaati Allah
dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang
diberikan nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para pecinta kebenaran,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya.”
Dari
ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa keutamaan dalam mencari sahabat yang
baik adalah diberikan nikmat oleh Allah. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk
mencari dan bersahabat dengan sahabat yang baik.
Mengenal Tujuh Jenis
Sahabat
Ada
beberapa jenis sahabat, yang manakah kamu? Apakah salah satunya ada pada
dirimu? Yuk simak kelanjutannya di bawah ini!
Jenis
pertama adalah Taaruffan. Persahabatan ini terjalin karena pernah bertemu
secara kebetulan dan tak di sengaja berkenalan di kantin, di halte, di bank,
dan tempat lainnya.
Jenis
kedua adalah Taariihan. Persahabatan yang terjadi karena faktor sejarah.
Misalnya teman sekampung, satu almamater, dan sebagainya.
Jenis
ketiga adalah Ahammiyyatan. Persahabatan yang terjalin karena faktor kepentingan
tertentu. Misalnya ada kepentingan politik, bisnis, atau bisa juga karena ada
maunya, dan lain sebagainya.
Jenis
keempat adalah Faarihan. Persahabatan yang terjalin karena faktor hobi.
Misalnya teman futsal, dan lainnya.
Jenis
kelima adalah Amalan. Persahabatan yang terjalin karena satu profesi. Misalnya
sama-sama mahasiswa, guru, dosen, dan lainnya.
Jenis
keenam adalah Aduwwan. Persahabatan yang seolah sahabat, akan tetapi musuh,
seakan-akan menunggu kejatuhan sahabatnya, senang melihat orang susah, susah
melihat orang senang. Di depan terlihat baik, namun hatinya penuh benci.
Seperti yang disebutkan Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 120, “Jika kamu
memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat
bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya
tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”
Jenis
ketujuh adalah Hubban Iimaanan. Persahabatan ini terjalin karena ikatan lahir
batin, tulus dan saling cinta karena Allah, saling menolong, menasehati,
menutup aib saudaranya, memberi hadiah, mendoakan saudaranya secara diam-diam.
Sahabat Yang Baik
Dari
ketujuh jenis sahabat yang telah dijelaskan sebelumnya, jenis persahabatan
pertama hingga persahabatan keenam akan sirna saat di akhirat. Hanya satu yang
tersisa, yaitu jenis persahabatan yang ketujuh karena jenis persahabatan ini
dilakukan karena Allah. Seperti yang disebutkan Al-Qur’an surat Az-Zukhruf ayat
67, “Teman-teman akrab pada hari itu (Qiyamat) menjadi musuh bagi yang lain
kecuali persahabatan karena ketakwaan.”
Pesan Imam Al-Ghazali
“Ukhuwah
itu bukan pada indahnya pertemuan, bukan pula pada manisnya ucapan di bibir,
tetapi pada ingatan seseorang terhadap saudaranya di dalam doa.”
Makna
dari pesan Imam Al-Ghazali adalah bahwa setiap kita memiliki hubungan
persahabatan. Dan hubungan tersebut tidak terletak pada indahnya pertemuan,
melainkan ingatan kita terhadap sahabatnya di dalam doa. Kita senantiasa mengingat
sahabat kita dan tak segan untuk mendoakan mereka di malam-malam panjang
(tahajjud).
Sahabat Yang Baik Untuk
Dunia Akhirat
Rasulullah
bersabda, “Perbanyaklah teman, karena setiap teman yang mukmin bisa menjadi
syafa’at pada hari kiamat.” (H.R. Thabrani)
Sesuai
dengan sabda Rasul bahwa hendaknya kita memperbanyak teman di dunia agar
menjadi syafa’at pada hari kiamat. Tentunya dengan mencari sahabat yang
shalih-shalihah agar kita mendapat kebaikan dan tentunya menjadi lebih baik.
Tak hanya mencari sahabat yang baik, namun kita juga mesti menjadi sahabat yang
baik.
Sahabat
yang baik ialah bukan mendiamkan sahabatnya ketika salah, tetapi menegur
sahabatnya ketika berbuat kesalahan. Sahabat yang baik ialah bukan hanya ada
ketika membutuhkan sahabatnya, tetapi bisa menempatkan diri atau memposisikan
diri ketika sahabat kita sedang susah atau senang. Sahabat saling menguatkan,
sahabat saling melengkapi.