Search

Minggu, 23 Oktober 2016

Temukan dan Jadilah Sahabat Dunia Akhirat


Nikmat Paling Berharga Selepas Iman

Sahabatku tersayang, nikmat apakah yang paling berharga setelah iman? Ya, nikmat yang paling berharga selepas iman adalah memiliki dan menjadi sahabat dunia akhirat. Seperti yang dikatakan oleh Sayyidina Umar Al-Khattab, “Nikmat yang paling berharga selepas nikmat Iman dan Islam adalah memiliki SAHABAT yang soleh. Jika kamu mendapati kewujudan kasih sayang antara kamu dengannya, maka peganglah ia bersungguh-sungguh.”


Seorang Sahabat

Seringkali kita mendengar ada teman, kawan, dan sahabat. Apakah yang membedakan di antara ketiga kata tersebut? Ternyata perbedaan di antara ketiganya adalah tingkatan emosi yang dilibatkan. 
Teman, seseorang yang hanya kita kenal, sebatas kenal saja karena tak mendalam. Hubungan yang dibangun pun tidak terlalu melibatkan sisi emosional. Sementara, kawan lebih dekat lagi sisi emosionalnya, di sini sudah mulai terlihat sisi saling merasakan sedih atau senang bersama. Sedangkan sahabat merupakan teman atau kawan yang terpilih dari sekian banyaknya teman atau kawan yang kita miliki, kemudian berubah menjadi sedekat mungkin, hingga pada akhirnya jika salah satunya menghilang, kita akan merasakan amat sangat kehilangan.


Hakikat Hidup Bersahabat
Kenapa kita membutuhkan seorang sahabat? Karena kita termasuk makhluk sosial, makhluk yang tak bisa hidup sendiri, yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu, bisa dibilang kita adalah makhluk yang lemah.


Berhati-hati Memilih Sahabat

Syeikh Ibn’ Athaillah menasehati, “Janganlah engkau bersahabat dengan orang yang keadaannya tidak membangkitkan semangatmu, dan pembicaraannya tidak membimbingmu ke jalan Allah” dan “Boleh jadi engkau berbuat buruk, tetapi tampak olehmu sebagai kebaikan lantaran engkau bersahabat dengan orang yang tingkah lakunya lebih buruk darimu”.

Kedua nasehat di atas sangat penting untuk kita dalam berhati-hati memilih sahabat. Karena persahabatan merupakan sebuah jalan yang sangat penting bagi kita dalam memengaruhi keadaan. Oleh karena itu, sahabat menentukan siapa diri kita. Kualitas diri kita ditentukan dengan siapa kita berteman. Banyak manfaat yang didapat dengan bersahabat, yaitu mendapatkan ilmu, hikmah, dan beragam manfaat lainnya. Namun, tak berarti juga dengan bersahabat kita akan aman dari percikan kesalahan. Banyak orang yang terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kesesatan karena pengaruh sahabat. Maka, kita harus berhati-hati dalam memilih sahabat.


Perumpamaan Sahabat Yang Baik dan Buruk

Dalam sebuah hadits, Rasulullah mengingatkan, “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (H.R. Bukhari 5534 dan Muslim 2628).

Hadits di atas mengandung makna bahwa ketika kita bersahabat dengan sahabat yang baik, maka ada dua kemungkinan, yaitu kita akan menjadi baik atau kita akan mendapatkan kebaikan sahabat kita.


Anjuran Mencari Sahabat Yang Baik

Dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 69 disebutkan bahwa “Barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Dari ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa keutamaan dalam mencari sahabat yang baik adalah diberikan nikmat oleh Allah. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk mencari dan bersahabat dengan sahabat yang baik.


Mengenal Tujuh Jenis Sahabat

Ada beberapa jenis sahabat, yang manakah kamu? Apakah salah satunya ada pada dirimu? Yuk simak kelanjutannya di bawah ini!

Jenis pertama adalah Taaruffan. Persahabatan ini terjalin karena pernah bertemu secara kebetulan dan tak di sengaja berkenalan di kantin, di halte, di bank, dan tempat lainnya.

Jenis kedua adalah Taariihan. Persahabatan yang terjadi karena faktor sejarah. Misalnya teman sekampung, satu almamater, dan sebagainya.

Jenis ketiga adalah Ahammiyyatan. Persahabatan yang terjalin karena faktor kepentingan tertentu. Misalnya ada kepentingan politik, bisnis, atau bisa juga karena ada maunya, dan lain sebagainya. 

Jenis keempat adalah Faarihan. Persahabatan yang terjalin karena faktor hobi. Misalnya teman futsal, dan lainnya.

Jenis kelima adalah Amalan. Persahabatan yang terjalin karena satu profesi. Misalnya sama-sama mahasiswa, guru, dosen, dan lainnya. 

Jenis keenam adalah Aduwwan. Persahabatan yang seolah sahabat, akan tetapi musuh, seakan-akan menunggu kejatuhan sahabatnya, senang melihat orang susah, susah melihat orang senang. Di depan terlihat baik, namun hatinya penuh benci. Seperti yang disebutkan Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 120, “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”

Jenis ketujuh adalah Hubban Iimaanan. Persahabatan ini terjalin karena ikatan lahir batin, tulus dan saling cinta karena Allah, saling menolong, menasehati, menutup aib saudaranya, memberi hadiah, mendoakan saudaranya secara diam-diam. 


Sahabat Yang Baik

Dari ketujuh jenis sahabat yang telah dijelaskan sebelumnya, jenis persahabatan pertama hingga persahabatan keenam akan sirna saat di akhirat. Hanya satu yang tersisa, yaitu jenis persahabatan yang ketujuh karena jenis persahabatan ini dilakukan karena Allah. Seperti yang disebutkan Al-Qur’an surat Az-Zukhruf ayat 67, “Teman-teman akrab pada hari itu (Qiyamat) menjadi musuh bagi yang lain kecuali persahabatan karena ketakwaan.”


Pesan Imam Al-Ghazali

“Ukhuwah itu bukan pada indahnya pertemuan, bukan pula pada manisnya ucapan di bibir, tetapi pada ingatan seseorang terhadap saudaranya di dalam doa.”

Makna dari pesan Imam Al-Ghazali adalah bahwa setiap kita memiliki hubungan persahabatan. Dan hubungan tersebut tidak terletak pada indahnya pertemuan, melainkan ingatan kita terhadap sahabatnya di dalam doa. Kita senantiasa mengingat sahabat kita dan tak segan untuk mendoakan mereka di malam-malam panjang (tahajjud). 


Sahabat Yang Baik Untuk Dunia Akhirat

Rasulullah bersabda, “Perbanyaklah teman, karena setiap teman yang mukmin bisa menjadi syafa’at pada hari kiamat.” (H.R. Thabrani)

Sesuai dengan sabda Rasul bahwa hendaknya kita memperbanyak teman di dunia agar menjadi syafa’at pada hari kiamat. Tentunya dengan mencari sahabat yang shalih-shalihah agar kita mendapat kebaikan dan tentunya menjadi lebih baik. Tak hanya mencari sahabat yang baik, namun kita juga mesti menjadi sahabat yang baik.

Sahabat yang baik ialah bukan mendiamkan sahabatnya ketika salah, tetapi menegur sahabatnya ketika berbuat kesalahan. Sahabat yang baik ialah bukan hanya ada ketika membutuhkan sahabatnya, tetapi bisa menempatkan diri atau memposisikan diri ketika sahabat kita sedang susah atau senang. Sahabat saling menguatkan, sahabat saling melengkapi.